HUKUM PERIKATAN
DISUSUN OLEH :
SYIFA NAFISAH
ZAHRA
2A214628
KELAS 2EB24
MATA KULIAH :
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
DOSEN : MUTHIYA
GABRIELA MALAWAT, SE., MMSI
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Sebagai mahluk sosial manusia selalu
berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi yang terjalin dalam komunikasi
tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun juga
menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri,
keluarga dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur hubungan
usaha bisnis mereka ke dalam sebuah perikatan.
Dalam pembahasan ini, pemakalah
berusaha memjelaskan melalui makalah sederhana ini tentang Pokok-pokok Hukum
Perikatan yang dalam KUHPerdata sendiri diatur di buku III.
B.
Perumusan masalah
1.
Pengertian
hukum perikatan;
2.
Dasar
hukum perikatan;
3.
Asas-asas
dalam hukum perikatan;
4.
Hapusnya
perikatan.
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian hukum perikatan;
2.
Untuk
mengetahui Dasar hukum perikatan;
3.
Untuk
mengetahui Asas-asas dalam hukum perikatan;
4.
Untuk
mengetahui Hapusnya perikatan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian hukum perikatan
Perikatan adalah terjemahan dari
istilah aslinya dalam bahasa Belanda “verbintenis”. Perikatan artinya hal yang
mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain. Hal yang mengikat itu
adalah pristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli,
hutang-piutang, dapat berupa kejadian, misalnya kelahiran, kematian, dapat
berupa keadaan, misalnya pekarangan berdampingan, rumah bersusun. Pristiwa
hukum itu menciptakan hubungan hukum.
Dalam hubungan hukum itu tiap pihak
mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak
untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain itu wajib
memenuhi tuntutan itu, dan sebaliknya. Pihak yang berhak menuntut sesuatu
disebut kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan disebut debitur.
Sesuatu yang dituntut disebut prestasi.
Dari uraian diatas dapat dinyatakan
bahwa perikatan itu adalah hubungan hukum. Hubungan hukum itu timbul karena
adanya pristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, kejadian, keadaan. Objek
hubungan itu adalah harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Pihak yang
berhak menuntut sesuatu disebut kreditur, dan pihak yang wajib memenuhi
tuntutan itu disebut debitur. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa perikatan
adalah hubungan hukum mengenai harta kekayaan yang terjadi antara kreditur dan
debitur.
2.
Dasar hukum perikatan
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia
adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi
lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia.
Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang
menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum
perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
1.
Perikatan yang
timbul dari persetujuan ( perjanjian )
2.
Perikatan yang
timbul dari undang-undang
3.
Perikatan terjadi
bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (
onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )
Sumber perikatan
berdasarkan undang-undang :
1.
Perikatan (
Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau
karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
2.
Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan
diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3.
Undang-undang (
Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul
dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
3.
Asas-asas dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan
diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan
azas konsensualisme.
·
Asas
Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338
KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat
adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.
·
Asas
konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada
saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan
tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim
disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
·
Asas
Kepribadian : 1315 dan 1340 KUHPerdata.
Pengecualian
: 1792 KUHPerdata
1317
KUHPerdata
Perluasannya
yaitu Ps. 1318 KUHPerdata.
·
Asas
Pacta Suntservanda® asas kepastian hukum: 1338: 1 KUHPerdata.
4.
Hapusnya perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika
memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10
(sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
·
Pembaharuan
utang (inovatie)
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya
sutau perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang
ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
·
Perjumpaan
utang (kompensasi)
Kompensasi
adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang disebabkan oleh keadaan, dimana
dua orang masing-masing merupakan debitur satu dengan yang lainnya. Kompensasi
terjadi apabila dua orang saling berutang satu pada yang lain dengan mana
utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan, oleh undang-undang
ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi, suatu perhitungan
menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata).
·
Pembebasan
Utang
pembebasan
utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu kreditur melepaskan haknya untuk
menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan utang tidak mempunyai bentuk
tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk terjadinya pembebasan utang
adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang pembebasan tersebut ditujukan
kepada debitur. Pembebasan utag dapat terjadi dengan persetujuan atau Cuma-
Cuma.
·
Musnahnya
barang yang terutang
·
Kebatalan
dan pembatalan perikatan-perikatan.
·
Bidang
kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu : batal demi hukum dan
dapat dibatalkan.
·
Kedaluwarsa
·
Menurut
ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah suatu alat untuk
memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya
suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada dua macam lampau
waktu, yaitu :
1)
lampau
waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang
2)
lampau
waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan
BAB III
PENUTUP
Jadi dapat
disimpulkan, hukum perikatan adalah sebuah hukum yang berhubungan dengan hukum
antara dua orang atau lebih didalam lapangan harta kekayaan dimana satu pihak
mempunyai hak dan pihak yang lain mempunyai kewajiban atas suatu prestasi.
Sebagaimana
tercantum di dalam UU, hukum dibuat agar manusia dapat mematuhinya dan belajar
menjadi manusia disiplin, dimana keduanya saling berperan penting dalam
memajukan bangsa dan negara.
Daftar Pustaka
4. buku
universitas gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar