SUBYEK DAN OBYEK
HUKUM
DISUSUN OLEH :
SYIFA NAFISAH
ZAHRA
2A214628
KELAS 2EB24
MATA KULIAH :
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
DOSEN : MUTHIYA
GABRIELA MALAWAT, SE., MMSI
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Hukum adalah peraturan yang mengikat
yang mengatur tindakan manusia yang diakui oleh Negara. Kita sebagai manusia
sudah seharusnya mematuhi hukum tersebut karena manusia merupakan subjek hukum.
Ada beberapa kriteria manusia yang cakap hukum atau dengan kata lain orang yang
diikat atau orang yang sudah pantas mendapatkan tindakan hukum.
Di dalam hukum bukan saja terdapat
subjek hukum. Hukum juga mempunyai objeknya. Yang dimaksud objek disini adalah
segala yang bemanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu
hubungan hukum.
B.
Perumusan masalah
1. Subyek hukum manusia;
2. Subyek hukum badan hukum;
3. Obyek hukum benda bergerak;
4. Obyek hukum benda tidak bergerak;
5. Hak kebendaan yang bersifat sebagai
pelunasan hutang.
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui Subyek hukum manusia;
2.
Untuk
mengetahui Subyek hukum badan hukum;
3.
Untuk
mengetahui Obyek hukum benda bergerak;
4.
Untuk
mengetahui Obyek hukum benda tidak bergerak;
5.
Untuk
mengetahui Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Subyek hukum manusia
·
Manusia
sebagai pribadi (Naturlijke person) sebagai subyek hukum mempunyai hak dan
mampu menjalankan haknya, dan dijamin oleh hukum yang berlaku.
·
Manusia
sebagai subyek hukum diatur secara luaspada buku I tentang orang dalam KUHPer,
Undang-Undang Orang Asing dan beberapa perundang-undangan lain.
·
Pasal
2 KUHPer menegaskan “anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap
sebagai telah dilahirkan bila kepentingan si anak menghendakinya, namun bila si
anak itu mati sewaktu dilahirkan, dianggap ia tidak pernah ada”
B. Subyek hukum badan hukum
·
Badan
hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak sebagai manusia.
·
Badan
hukum merupakan kumpulan manusia pribadi dan mungkin pula kumpulan dari Badan
Hukum yang pengaturannya sesuai dan menurut hukum yang berlaku.
Badan hukum sebagai pembawa hak
(tidak berjiwa), dimana ia dapat melakukan sebagai pembawa hak manusia, contoh:
dapat melakukan persetujuan , dapat memiliki kekayaan
Badan Hukum terdiri dari :
1) Publik, yaitu Negara, Kotamadya, Desa
2) Perdata, yaitu PT, Yayasan, Lembaga,
Koperasi
Perbedaan Manusia dan Badan Hukum :
1) Badan hukum tidak dapat melakukan
perkawinan
2) Badan hukum tidak dapat melakukan
hukuman penjara (kecuali denda)
3) Badan hukum bertindak dengan
perantara pengurus
C.
Obyek
hukum benda bergerak
Pada
sisi lain masih menurut Subekti, suatu benda dihitung termasuk golongan benda
yang bergerak karena sifatnya atau karena ditentukan oleh undang-undang. Suatu benda yang bergerak karena sifatnya
ialah benda yang tidak tergabung dengan tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti
tanah atau bangunan, jadi misalnya barang perabot rumah tangga. Tergolong benda yang bergerak karena penetapan
undang-undang ialah misalnya vruchtgebruik
dari suatu benda yang bergerak, lijfrenten,
surat-surat sero dari suatu perseroan perdagangan, surat-surat obligasi negara,
dan sebagainya.
Lebih
lanjut, Frieda Husni Hasbullah (Ibid,
hal. 44-45) menerangkan bahwa untuk kebendaan bergerak dapat dibagi dalam dua
golongan:
1)
Benda bergerak
karena sifatnya
yaitu benda-benda yang dapat berpindah atau dapat dipindahkan misalnya ayam,
kambing, buku, pensil, meja, kursi, dan lain-lain (Pasal 509 KUHPer).
Termasuk juga sebagai benda
bergerak ialah kapal-kapal, perahu-perahu, gilingan-gilingan dan tempat-tempat
pemandian yang dipasang di perahu dan sebagainya (Pasal 510 KUHPer).
2)
Benda bergerak
karena ketentuan undang-undang
(Pasal 511 KUHPer) misalnya:
a)
Hak pakai hasil dan hak pakai atas
benda-benda bergerak;
b)
Hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan;
c)
Penagihan-penagihan atau piutang-piutang;
d) Saham-saham
atau andil-andil dalam persekutuan dagang, dan lain-lain.
D. Obyek hukum benda tidak bergerak
Subekti
menjelaskan bahwa adapun benda yang
tidak bergerak karena sifatnya ialah tanah, termasuk segala sesuatu yang
secara langsung atau tidak langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan
manusia, digabungkan secara erat menjadi satu dengan tanah itu. Jadi, misalnya
sebidang pekarangan, beserta dengan apa yang terdapat di dalam tanah itu dan
segala apa yang dibangun di situ secara tetap (rumah) dan yang ditanam di situ
(pohon), terhitung buah-buahan di pohon yang belum diambil. Tidak bergerak karena tujuan pemakaiannya,
ialah segala apa yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh digabungkan dengan
tanah atau bangunan, dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk
waktu yang agak lama, yaitu misalnya mesin-mesin dalam suatu pabrik.
Selanjutnya, ialah tidak bergerak
karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang, segala hak atau
penagihan yang mengenai suatu benda yang tidak bergerak.
Menurut Ny. Frieda Husni Hasbullah, S.H., M.H.,
dalam bukunya yang berjudul Hukum
Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan (hal. 43-44),
mengatakan bahwa untuk kebendaan tidak bergerak dapat dibagi dalam tiga
golongan:
1)
Benda tidak
bergerak karena sifatnya (Pasal 506 KUHPer) misalnya tanah dan segala sesuatu yang melekat
atau didirikan di atasnya, atau pohon-pohon dan tanaman-tanaman yang akarnya
menancap dalam tanah atau buah-buahan di pohon yang belum dipetik, demikian
juga barang-barang tambang.
2)
Benda tidak
bergerak karena peruntukannya atau tujuan pemakaiannya (Pasal 507 KUHPer) misalnya pabrik dan barang-barang yang
dihasilkannya, penggilingan-penggilingan, dan sebagainya. Juga perumahan
beserta benda-benda yang dilekatkan pada papan atau dinding seperti cermin,
lukisan, perhiasan, dan lain-lain; kemudian yang berkaitan dengan kepemilikan
tanah seperti rabuk, madu di pohon dan ikan dalam kolam, dan sebagainya; serta
bahan bangunan yang berasal dari reruntuhan gedung yang akan dipakai lagi untuk
membangun gedung tersebut, dan lain-lain.
3)
Benda tidak
bergerak karena ketentuan undang-undang
misalnya, hak pakai hasil, dan hak pakai atas kebendaan tidak bergerak, hak
pengabdian tanah, hak numpang karang, hak usaha, dan lain-lain (Pasal 508 KUHPer). Di samping itu,
menurut ketentuan Pasal 314 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang, kapal-kapal berukuran berat kotor
20 m3 ke atas dapat dibukukan dalam suatu register kapal sehingga
termasuk kategori benda-benda tidak bergerak.
E. Hak
kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah
hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk
melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan
wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). Dengan demikian hak jaminan
tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat
tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang
(perjanjian kredit). Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur
secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang
perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam
harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Macam-macam Pelunasan Hutang :
Dalam pelunasan hutang adalah
terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang
bersifat khusus.
Ø Jaminan
Umum
Pelunasan
hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132
KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan
debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak
merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal
1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara
bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan
penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya
piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan
sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat
dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain
:
1.
Benda
tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
2.
Benda
tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
Ø Jaminan
Khusus
Pelunasan
hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi
pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
1)
Gadai
Dalam pasal 1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai
adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan
kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu
hutang.
Selain itu memberikan kewenangan kepada kreditur
untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari
kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan
biaya yang telah di keluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu
didahulukan.
2)
Hipotik
Hipotik berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah
suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pengantian dari
padanya bagi pelunasan suatu perhutangan (verbintenis).
3)
Hak
tanggungan
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 undang-undang hak tanggungan
(UUTH), hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang dibebankan berikut
benda-benda lain yang merupakan suatu satu kesatuan dengan tanah itu untuk
pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur
tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.
4)
Fidusia
Fidusia yang lazim dikenal dengan nama FEO (Fiduciare
Eigendoms Overdracht) yang dasarnya merupakan suatu perjanjian accesor
antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan
atau benda bergerak milik debitor kepada kreditur.
Namun, benda tersebut masih dikuasai oleh debitor
sebagai peminjam pakai sehingga yang diserahkan kepada kreditor adalah hak
miliknya. Penyerahan demikian di namakan penyerahan secara constitutum
possesorim yang artinya hak milik (bezit) dari barang di mana
barang tersebut tetap pada orang yang mengalihkan (pengalihan pura-pura).
Dengan demikian, hubungan hukum antara pemberi
fidusia (kreditor) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan kepercayaan.
Namun, dengan di keluarkannya Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Fidusia
maka penyerahan hak milik suatu barang debitor atau pihak ketiga kepada debitor
secara kepercayaan sebagai jaminan utang.
Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak
kepemilikan, sedangkan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam
bentuk fidusia.
BAB III
PENUTUP
A. Analisis
menurut mahasiswa
Subjek
dan objek hukum ini saling terkait layaknya sebungkus roti objek sebagai
plastiknya dan subjek sebagai rotinya. Mengapa demikian karena objek hukum
merupakan segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek dan dapat menjadi objek
dalam suatu hubungan hukum, sedangkan subjek hukum adalah orang pembawa hak dan
kewajiban atau setiap mahkluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh dan
menggunakan hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum.
Daftar Pustaka
1.
Aspek hukum dalam ekonomi,
ebook.gunadarma.ac.id
2.
Drs. Sudarsono, S.H., M.Si. Pengantar ilmu hukum, Penerbit Rineka
Cipta.
6.
http://makalahainipunya.blogspot.co.id/2015/04/subyek-hukum-obyek-hukum-perbuatan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar